BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kelebihan pegadaian dibanding bank, secara umum, adalah dalam hal kemudahan dan
kecepatan prosedur. Pegadai (nasabah) tinggal membawa barang yang cukup
berharga, kemudian ditaksir nilainya, dan duit pun cair. Praktis, sehingga
sangat menguntungkan buat mereka yang butuh dana cepat.
Sedangkan perbedaan gadai syariah dengan konvensional adalah dalam hal
pengenaan bunga. Pegadaian syariah menerapkan beberapa sistem pembiayaan,
antara lain qardhul hasan (pinjaman kebajikan), dan mudharabah (bagi hasil)
Bukan tanpa alasan mereka tertarik untuk menggarap gadai ini. Di samping alasan
rasional, bahwa gadai ini memilki potensi pasar yang besar, sistem pembiayaan
ini memang memiliki landasan syariah. Apalagi terbukti, di negara–negara dengan
mayoritas penduduk muslim, seperti di Timur Tengah dan Malaysia,
pegadaian syariah telah berkembang pesat sehingga dalam pembahasan makalah ini
akan kami bahas mengenai tentang rahn.
B. RUMUSAN MASALAH
a.
Pengertian Rahn.
b.
Dasar Hukum Rahn.
c.
Rukun dan Syarat
Rahn.
d.
Memanfaatkan
Barang Gadai.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Rahn
Secara bahasa, rahn atau
gadai berasal dari kata ats-tsubutu yang berarti tetap dan ad-dawamu
yang berarti terus menerus. Sehingga air yang diam tidak mengalir dikatakan
sebagai maun rahin. Dan Rahn dalam istilah positif Indonesia
disebut dengan barang jaminan, dan dalam islam rahn merupakan sarana saling
tolong menolong bagi ummat islam Pengertian secara bahasa tentang rahn
ini juga terdapat dalam firman Allah SWT :
كَلًّ نَفْسٍ بِمَا
كَسَبَتْ رَهِيْنَةً
Tiap-tiap diri bertanggung jawab
atas apa yang telah diperbuatnya.(QS. Al-Muddatstsr
: 38)
Adapun pengertian gadai atau ar-Rahn dalam ilmu fiqih
adalah:
a.
Menyimpan
sementara harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan
oleh berpiutang (yang meminjamkan).
b.
Berarti, barang
yang dititipkan pada si piutang dapat diambil kembali dalam jangka waktu tertentu.
2.
Dasar Hukum Rahn
Ulama fiqih mengemukakan bahwa akad rahn
dibolehkan dalam islam berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW
dalam Al-Quran Al-Kariem disebutkan:
وَإِن كُنتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ
تَجِدُواْ كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَّقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًا
فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللّهَ رَبَّهُ وَلاَ
تَكْتُمُواْ الشَّهَادَةَ وَمَن يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللّهُ
بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang)..”.(QS Al-Baqarah ayat 283)
Ayat ini secara eksplisit menyebutkan barang
tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang. Dalam dunia finansial, barang
tanggungan biasa dikenal sebagai objek gadai atau jaminan (kolateral) dalam
dunia perbankan.
Selain itu, istilah ar-Rahnu juga disebut dalam salah satu hadis nabawi.Dari
Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang yahudi
dengan cara menggadaikan baju besinya.(HR. Bukhari dan Muslim)
Apabila ada ternak digadaikan, punggungnya boleh dinaiki (oleh orang yang
menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya… Kepada orang
yang naik ia harus mengeluarkan biaya perawatannya”, (HR Jamaah kecuali Muslim
dan Nasa’i, Bukhari no. 2329, kitab ar-Rahn).
Para fuqaha sepakat membolehkan
praktek rahn / gadai ini, asalkan tidak terdapat praktek yang dilarang, seperti
riba atau penipuan. di masa Rasulullah praktek rahn pernah dilakukan. Dahulu
ada orang menggadaikan kambingnya. Rasululah SAW ditanya bolehkah susu
kambingnya diperah. Nabi mengizinkan, sekadar untuk menutup biaya pemeliharaan.
Artinya, Rasullulah mengizinkan kita boleh mengambil keuntungan dari barang
yang digadaikan untuk menutup biaya pemeliharaan. Nah, biaya pemeliharaan
inilah yang kemudian dijadikan ladang ijtihad para pengkaji keuangan syariah,
sehingga gadai atau rahn ini menjadi produk keuangan syariah yang cukup
menjanjikan.
Secara teknis gadai syariah dapat
dilakukan oleh suatu lembaga tersendiri seperi Perum Pegadaian, perusahaan
swasta maupun pemerintah, atau merupakan bagian dari produk-produk finansial
yang ditawarkan bank.
Praktek gadai syariah ini sangat strategis mengingat citra pegadaian memang
telah berubah sejak enam-tujuh tahun terakhir ini. Pegadaian, kini bukan lagi
dipandang tempatnya masyarakat kalangan bawah mencari dana di kala anaknya
sakit atau butuh biaya sekolah. Pegadaian kini juga tempat para pengusaha
mencari dana segar untuk kelancaran bisnisnya.
Misalnya
seorang produsen film butuh biaya untuk memproduksi filemnya, maka bisa saja ia
menggadaikan mobil untuk memperoleh dana segar beberapa puluh juta rupiah.
Setelah hasil panenya terjual dan bayaran telah ditangan, selekas itu pula ia
menebus mobil yang digadaikannya. Bisnis tetap jalan, likuiditas lancar, dan
yang penting produksi bisa tetap berjalan.
3.
Rukun dan Syarat Rahn
Ulama fiqih dalam menetapkan rukun pelaksanaan akad rahn tersebut. Menurut
jumhur ulama ulama rukun rahn itu ada empat.
1. Sigah ( Lafal ijab Qabul)
yaitu pernyataan adanya perjanjian gadai. Lafaz dapat saja dilakukan secara
tertulis maupun lisan, yang penting di dalamnya terkandung maksud adanya
perjanjian gadai diantara para pihak
2. Ar-rahin dan al-murtahin (orang yang berakat).
3. Al-marhun (harta yang dijadikan anggunan).
4. Al-marhunbih (utang).
Sedangkan ulama mazhaf hanafi berpendapat lain bahwa rukun rahn itu hanya ijab
(pernyataan meyerahkan barang sebagai anggunan oleh pemilik barang) dan kabul (pernyataan
kesediaan memberi utang dan menerima barang anggunan tersebut).
Disamping itu, menurut mereka, untuk sempurna dan mengikatya akad rahn ini,
maka di perlukan al-qabd (penguasaan barang) oleh kridor. Adapaun kedua
orang yang melakukan akad, harta yang dijadikan agunan, dan utang,
menurut ulama mashaf hanafi termaksuk syarat-syarat rahn bukan rukunnya.
Syarat-syarat rahn. Ulama fiqhi mengemukakan syarat-syarat rahn itu sendiri
adalah sebagai berikut :
1.
Syrat yang
terkait dengan orang yang berakat adalah cakap bertindak hokum. Kecakapan
bertindak hokum, menurut jumhur ulama, adalah orang yang telah balig dan
berakal. Namun menurut ulama Mazhaf hanafi, kedua belah pihak yang berakat
tidak disayaratkan balig melainkan cukup berakal saja. Oleh sebab itu, menurut
mereka anak kecil yang mumayis boleh melakukan akad rahn, dengan syarat akad
rahn yang dialakukan anak kecil yang sudah mumayis ini mendapat persetujuan
wilayah.
2.
Syarat sigah (
lafal). Ulama mazhab hanafi mengatakan dalam akad rahn tidak boleh di kaitkan
dengan syarat tertentu atau dikaitkan dengan masa yang akan datang, karena akad
rahn sama dengan akad jual beli. Apa bila akad tersebut dibarengi dengan syarat
tertentu atau dikaitkan dengan masa yang akan datang.
3.
Syarat
al-marhunbih (utang) adalah:
a.
merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada kreditor
b. hutang itu bisa dilunasi dengan agunan
c.
utang itu jelas dan tertentu
4.
syarat
al-marhun (barang yang dijadikan agunan menurut ahli fiqhi :
a. Agunan itu bisa dijual dan nilainya seimbang dengan utang
b. Agunan itu bernilai harta dan bisa dimanfaatkan
c. Agunan itu jelas dan tertentu
d.
Agunan itu milik sahdebitor
e. Agunan itu tidak terkait dengan dengan hak orang lain
f.
Ugunan itu harta yang utuh tidak bertebaran dalam
beberapa tempat
g.
Agunan itu bisa diserahkan baik materinya maupun
manfaatnya.
Disamping syarat-syarat diatas ulama
fiqih sepakat menyatakan bahwa rahn itu dianggap sempurna apabila barang yang
di rahn-kan itu secara hokum sudah ditangan kriditor dan uang yang dibutuhkan
telah diterima debitor. Apabila jaminan itu berupa benda tidak bergerak maka
tidak harus benda itu yang diberikan tetapi cukup sertipikat yang
diberikan.
Syarat-syarat
kesempurnaan rahn oleh ulama disebut sebagai al-qabd al-marhun (barang jaminan
dikuasai oleh debitor. Syarat ini menjadi penting karena Allah SWT dalam surah
al-bakharah (2) ayat 283 menyatakan : ‘ fa-rihan maqbudah’ ( barang jaminan itu
dipegang oleh kreditor, maka akad rahn bersifat mengikat bagi kedua belah
pihak.
4. Manfaat Barang Gadai
Fara ulama fiqhi sepakat menyatakan bahwa segala biaya yang dibutuhkan untuk
pemeliharaan barang gadai tersebut menjadi tanggung jawab pemiliknya, yaitu
debitor hal ini sejalan dengan sabda rasulullah SAW yang mengatakan”….. pemilik
gadai berhak atas segala hasil barang gadai dan ia juga bertanggung jawab atas
segala biaya barang gadai tersebut. ( HR. Asy-syafi’i dan ad-Daruqutni).
Ulama
fiqhi juga sepakat bahwa barang yang dijadikan gadai itu tidak boleh di biarkan
begitu saja, tampa menghasilkan sama sekali, karena tindakan tersebut termaksuk
tindakan meyiayiakan harta yang dilarang Rasulullah SAW (HR. at tirmizi).
Akan tetapi bolekah pihak pemegang barang jaminan memanfaatkan barang jaminan
tesebut: sekalipun mendapat izin dari pemilik barang jaminan? Dalam persoalan
ini terjadi perbedaan pendapat ulama.
Jumhur
ulama fiqhi, selain ulama mazhab hambali, berpendapat bahwa pemegang gadai
tidak boleh memanfaatkan barang itu bukan miliknya secara penuh. Hak pemegang
barang gadai terhadap barang itu hayalah sebagai jaminan piutang yang ia
berikan, dan apabila debitor tidak mampu melunasi utangnya, barulah ia bisa
menjual barang itu, alasan jumhur ulama mengatakan seperti itu
dikarenakan Rasulullah SAW Bersabda yang artinya : barang jaminan
tidak boleh disembuyikan dari pemiliknya, karena hasil dari barang jaminan dan
tanggung jawabnya” ( HR. al-hakim, al-baihaki, dan ibnu Hibban dari Abu
Hurairah)
Akan tetapi apa bila pemilik barang mengizinkan pemengan barang gadai
memanfaatkannya maka barang tersebut selama ditangannya dia bisa
memanfaatkannya, maka sebahagian ulama membolehkannya, karena dengan adanya
izin maka tidak ada halangan bagi pemegang gadai tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
- Rahn adalah menjadikan suatu barang jaminan terhadap hak piutang yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak piutang tersebut baik seluruhnya maupun sebagainya.
- Dasar hokum rahn harus diambil dari Al-Qur’an dan sunnah Rasullah SAW dan ulama Fiqih sepakat mengatakan bahwa akad rahn itu dibolehkan karena banyak kemasyalatan yang terkandung didalamnya dalam rangka hubungan antara sesame manusia.
- Syarat dan rukun rahn harus ada antara kedua orang yang melakukan akad yang ada dalam agunan.
- Memanfaatkan barang gadai itu halal hukumnya selama barang itu kita pengan dengan syarat ada kesepakatan terlebih dahulu antara debitor dan kreditor.
B.
SARAN
Sebagai saran saya dalam makalah ini
sebagai seorang mahasiswa kita wajib melakukan syarat dan rukun rahn itu
sendiri, sehingga dalam ruang lingkup keluarga dan masyarakat dapat mengerti
bagaimana cara melakukan pegadaian yang benar, karena kita adalah seorang yang
beragama islam maka kita harus selalu berpotokan dengan Al-Qur’an dan Hadist.
DAFTAR FUSTAKA
- Drs. D. Sirojuddin Ar (Ensiklopedi Hukum Islam) PT Ichtiar Baru van Hoevo, Jakarta. 2000.
- Al-Qur’anul Karim
- Msi Suherdi Hendi H. Drs, Fiqh Muamallah, PT RajaGrafindo Persada : jakarta 2002.
- MA Karim Helmi. Dr, Fiqh muamallah, PT RajaGrafindo Persada 2002 : Jakarta 2002.
- I’ Doi Rahman A, Syariat Hukum Islam, PT RajaGrafindo Persada : Jakarta 1996.
good info
BalasHapusby : kangason.blogspot.com